BOJONEGORO - Peringati hari buruh sedunia, perwakilan organisasi buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Bojonegoro, memilih menggelar audiensi di Pendopo Malowopati Pemkab Bojonegoro.
Dalam acara ini, para buruh ini menyampaikan empat tuntutan untuk Pemerintah Kabupaten Bojonegoro. Diantaranya meminta Pemerintah tidak menaikkan cukai rokok tahun 2026, kemudian tuntutan kedua mereka menolak perda tentang kawasan tanpa rokok.
Menurut perwakilan buruh, kawasan tanpa rokok itu di Bojonegoro belum perlu dengan alasan karena Bojonegoro adalah daerah penghasil rokok dan terdapat banyak sekali petani tembakau.
Selain itu keberadaan perusahaan rokok yang ada di Bojonegoro, jumlahnya banyak dan terdapat pekerja buruh. Disisi lain, Bojonegoro ini ada perusahaan rokok jumlahnya banyak dan terdapat petani tembakau, maka dinilai miris jika ada aturan perda yang mengatur kawasan tanpa merokok.
Selanjutnya tuntutan ketiga, yakni berkaitan dengan Bantuan Tunai Langsung (BLT) dari dana bagi hasil cukai yang pada tahun 2023 dan tahun 2024. Buruh rokok mendapatkan 2 juta rupiah per orang, agar dalam pencairannya bisa lebih mudah dan lancar di tahun 2025.
Sedangkan untuk tuntutan keempat, diharapkan di Bojonegoro tidak ada PHK buruh. Tak hanya itu, para buruh berharap pada Bupati Bojonegoro dapat mengakomodir dan bisa menampung sepenuhnya aspirasi yang sudah disampaikan.
“Jika di sini ada pengusaha bidang rokok dan tembakau silakan karyawannya bergabung dengan kami. Alhamdulillah untuk kesejahteraan di perusahaan kami, upahnya sudah di atas UMK. Jika terhitung termasuk lembur, karyawan bisa mendapat upah sampai lebih dari Rp4 juta per bulan,” tutur Anis.
Sementara itu, menanggapi 4 tuntutan yang disampaikan oleh buruh. Bupati Bojonegoro Setyo Wahono bekominten akan memenuhi tuntutan yang telah disampaikan, demi keberlangsungan kesejahteraan para buruh.
“Selaku pimpinan Kabupaten Bojonegoro saya sangat mendukung industri padat karya, apalagi tuntutan Bu Ketua RTMM-SPSI tadi insya allah coba kita perjuangan bareng-bareng, karena demi kemaslahatan dan kemakmuran bagi masyarakat Bojonegoro,” tegasnya. Edo/lim.
Dalam acara ini, para buruh ini menyampaikan empat tuntutan untuk Pemerintah Kabupaten Bojonegoro. Diantaranya meminta Pemerintah tidak menaikkan cukai rokok tahun 2026, kemudian tuntutan kedua mereka menolak perda tentang kawasan tanpa rokok.
Menurut perwakilan buruh, kawasan tanpa rokok itu di Bojonegoro belum perlu dengan alasan karena Bojonegoro adalah daerah penghasil rokok dan terdapat banyak sekali petani tembakau.
Selain itu keberadaan perusahaan rokok yang ada di Bojonegoro, jumlahnya banyak dan terdapat pekerja buruh. Disisi lain, Bojonegoro ini ada perusahaan rokok jumlahnya banyak dan terdapat petani tembakau, maka dinilai miris jika ada aturan perda yang mengatur kawasan tanpa merokok.
Selanjutnya tuntutan ketiga, yakni berkaitan dengan Bantuan Tunai Langsung (BLT) dari dana bagi hasil cukai yang pada tahun 2023 dan tahun 2024. Buruh rokok mendapatkan 2 juta rupiah per orang, agar dalam pencairannya bisa lebih mudah dan lancar di tahun 2025.
Sedangkan untuk tuntutan keempat, diharapkan di Bojonegoro tidak ada PHK buruh. Tak hanya itu, para buruh berharap pada Bupati Bojonegoro dapat mengakomodir dan bisa menampung sepenuhnya aspirasi yang sudah disampaikan.
“Jika di sini ada pengusaha bidang rokok dan tembakau silakan karyawannya bergabung dengan kami. Alhamdulillah untuk kesejahteraan di perusahaan kami, upahnya sudah di atas UMK. Jika terhitung termasuk lembur, karyawan bisa mendapat upah sampai lebih dari Rp4 juta per bulan,” tutur Anis.
Sementara itu, menanggapi 4 tuntutan yang disampaikan oleh buruh. Bupati Bojonegoro Setyo Wahono bekominten akan memenuhi tuntutan yang telah disampaikan, demi keberlangsungan kesejahteraan para buruh.
“Selaku pimpinan Kabupaten Bojonegoro saya sangat mendukung industri padat karya, apalagi tuntutan Bu Ketua RTMM-SPSI tadi insya allah coba kita perjuangan bareng-bareng, karena demi kemaslahatan dan kemakmuran bagi masyarakat Bojonegoro,” tegasnya. Edo/lim.