BOJONEGORO - Belasan hektar tembakau yang rusak ini, seperti yang menimpa para petani di Desa Megale, Kecamatan Kedungadem, Kabupaten Bojonegoro.
Hujan deras yang mengguyur wilayah setempat selama tiga hari terakhir. Membuat lebih dari 17 hektar tanaman tembakau yang baru berumur rata-rata satu bulan, langsung rusak karena tersapu air. Bahkan, sebagian besar tanaman yang awalnya tumbuh normal, mendadak layu, dan mati.
Kondisi ini membuat petani setempat, meradang. Tembakau yang dibudidayakan dengan kerja keras sejak sebulan lalu, tiba-tiba rusak dan sulit untuk diselamatkan.
Salah satu petani, Darmaji menuturkan hujan deras membuat enam ribu tanaman tembakau yang dibudidayakan, kini mulai layu. Bahkan sebagian besar diantaranya telah mati mengering. Ia pun mengaku harus menderita kerugian yang sangat besar.
Lantaran, terlanjur mengeluarkan banyak modal dan biaya. Terutama pada saat proses perawatan, mulai dari masa pembibitan, penanaman dan penyulaman, hingga pemupukan.
“Saya sudah mengeluarkan banyak biaya sejak pembibitan, penanaman, hingga pemupukan. Sekarang sebagian besar tanaman mati mengering,” ungkapnya.
Sementara untuk mengurangi resiko kerugian yang lebih besar. Saat ini, sejumlah petani telah berusaha membuat saluran air serta meninggikan bedengan, agar tidak terjadi genangan saat turun hujan. Upaya ini diharapkan masih dapat menyelamatkan tanaman yang tersisa, sehingga tak sampai membuat petani benar-benar gagal panen.
Petani tembakau berharap cuaca di wilayah Bojonegoro ini kembali normal. Hal ini mengingat, tembakau adalah tanaman kering yang tak banyak membutuhkan air.
Sehingga, jika cuaca buruk ini terus berlanjut, maka hampir dipastikan petani tembakau akan menderita kerugian yang besar, akibat mengalami gagal panen.
“Kami berharap cuaca segera kembali normal. Tanaman tembakau ini tidak cocok dengan air yang berlebih. Kalau kondisi seperti ini terus berlanjut, kami bisa gagal panen,” tambah Darmaji.Edo/lim.
Hujan deras yang mengguyur wilayah setempat selama tiga hari terakhir. Membuat lebih dari 17 hektar tanaman tembakau yang baru berumur rata-rata satu bulan, langsung rusak karena tersapu air. Bahkan, sebagian besar tanaman yang awalnya tumbuh normal, mendadak layu, dan mati.
Kondisi ini membuat petani setempat, meradang. Tembakau yang dibudidayakan dengan kerja keras sejak sebulan lalu, tiba-tiba rusak dan sulit untuk diselamatkan.
Salah satu petani, Darmaji menuturkan hujan deras membuat enam ribu tanaman tembakau yang dibudidayakan, kini mulai layu. Bahkan sebagian besar diantaranya telah mati mengering. Ia pun mengaku harus menderita kerugian yang sangat besar.
Lantaran, terlanjur mengeluarkan banyak modal dan biaya. Terutama pada saat proses perawatan, mulai dari masa pembibitan, penanaman dan penyulaman, hingga pemupukan.
“Saya sudah mengeluarkan banyak biaya sejak pembibitan, penanaman, hingga pemupukan. Sekarang sebagian besar tanaman mati mengering,” ungkapnya.
Sementara untuk mengurangi resiko kerugian yang lebih besar. Saat ini, sejumlah petani telah berusaha membuat saluran air serta meninggikan bedengan, agar tidak terjadi genangan saat turun hujan. Upaya ini diharapkan masih dapat menyelamatkan tanaman yang tersisa, sehingga tak sampai membuat petani benar-benar gagal panen.
Petani tembakau berharap cuaca di wilayah Bojonegoro ini kembali normal. Hal ini mengingat, tembakau adalah tanaman kering yang tak banyak membutuhkan air.
Sehingga, jika cuaca buruk ini terus berlanjut, maka hampir dipastikan petani tembakau akan menderita kerugian yang besar, akibat mengalami gagal panen.
“Kami berharap cuaca segera kembali normal. Tanaman tembakau ini tidak cocok dengan air yang berlebih. Kalau kondisi seperti ini terus berlanjut, kami bisa gagal panen,” tambah Darmaji.Edo/lim.