BOJONEGORO - Angka permohonan dispensasi kawin di Kabupaten Bojonegoro terbilang masih tinggi. Hingga akhir Juli 2025, Pengadilan Agama setempat mencatat sebanyak 205 perkara. Mirisnya, salah satu pemohon merupakan anak berusia 12 tahun.
Panitera Pengadilan Agama Bojonegoro, Solikin Jamik mengungkapkan, tingginya angka pernikahan anak di bawah umur disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor pertama, putus sekolah dan pendidikan rendah.
“Banyak anak tidak melanjutkan ke jenjang SMA atau SMK karena biaya atau jarak tempat tinggal yang jauh, terutama di daerah pinggiran,” tegasnya kepada JTV, Jumat (08/08/2025).
Lanjutnya, faktor kedua, tekanan ekonomi. Sebagian keluarga menganggap menikahkan anak sebagai jalan keluar dari masalah finansial. Faktor ketiga, norma sosial tradisional. Pernikahan muda masih dipandang sebagai solusi atas kehamilan di luar nikah atau untuk menjaga nama baik keluarga.
“Sedangkan faktor keempat, minimnya informasi yang membuat banyak remaja mengalami kehamilan tidak direncanakan dan berujung pada pernikahan,” imbuh Solikin Jamik menegaskan.
Dari ratusan perkara yang masuk, Solikin menyayangkan satu kasus, dimana pemohon masih berusia 12 tahun, yang seharusnya masih berada di bangku sekolah dasar atau SMP. Untungnya, permohonan tersebut ditolak oleh pengadilan.
“Angka dispensasi kawin bisa berkurang apabila ada kerjasama semua pihak, mulai dari pemerintah, pendidik, tokoh agama, hingga keluarga,” pungkasnya. (lim/rok)
Panitera Pengadilan Agama Bojonegoro, Solikin Jamik mengungkapkan, tingginya angka pernikahan anak di bawah umur disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor pertama, putus sekolah dan pendidikan rendah.
“Banyak anak tidak melanjutkan ke jenjang SMA atau SMK karena biaya atau jarak tempat tinggal yang jauh, terutama di daerah pinggiran,” tegasnya kepada JTV, Jumat (08/08/2025).
Lanjutnya, faktor kedua, tekanan ekonomi. Sebagian keluarga menganggap menikahkan anak sebagai jalan keluar dari masalah finansial. Faktor ketiga, norma sosial tradisional. Pernikahan muda masih dipandang sebagai solusi atas kehamilan di luar nikah atau untuk menjaga nama baik keluarga.
“Sedangkan faktor keempat, minimnya informasi yang membuat banyak remaja mengalami kehamilan tidak direncanakan dan berujung pada pernikahan,” imbuh Solikin Jamik menegaskan.
Dari ratusan perkara yang masuk, Solikin menyayangkan satu kasus, dimana pemohon masih berusia 12 tahun, yang seharusnya masih berada di bangku sekolah dasar atau SMP. Untungnya, permohonan tersebut ditolak oleh pengadilan.
“Angka dispensasi kawin bisa berkurang apabila ada kerjasama semua pihak, mulai dari pemerintah, pendidik, tokoh agama, hingga keluarga,” pungkasnya. (lim/rok)