Gempur Rokil

Gempur Rokil
Redaksi JTV
Selasa, 18 November 2025, 11:47 WIB
Last Updated 2025-11-18T04:47:21Z
BojonegoroKomoditasViewerViral

Musim Panen, Petani Cabai di Bojonegoro Resah Akibat Harga Anjlok

Petani di Desa Sembunglor, Kecamatan Baureno, Kabupaten Bojonegoro, saat melakukan panen cabai. Foto: Edo/JTV.
BOJONEGORO - Para petani cabai merah besar di Kabupaten Bojonegoro, mengeluhkan anjloknya harga cabai secara drastis pada musim panen raya kali ini. Harga cabe merah besar di tingkat petani, turun drastis dari harga sebelumnya mencapai Rp40.000 per kilogram, kini hanya berkisar Rp25.000 saja tiap kilogramnya. 

Kondisi tersebut salah satunya dirasakan para petani di Desa Sembunglor, Kecamatan Baureno, Kabupaten Bojonegoro, Memasuki puncak musim panen atau di masa pemetikan kedua, harga cabai merah besar ditingkat petani kian merosot, hingga berada di kisaran Rp25.000 saja per kilogramnya.

Salah satu petani setempat, Anto, menuturkan, harga jual cabe ini, anjlok drastis dibanding saat awal masa panen lalu, yang sempat melambung tinggi, bahkan mencapai Rp40.000 per kilogram, tepatnya saat masa panen pemetikan yang pertama.

“Harga cabe tiba-tiba anjlok ketika memasuki pemetikan yang kedua. Biasanya sampai laku empat puluh ribu per kilo. Kini hanya laku dua puluh lima ribu,” ungkap Anto kepada JTV, Selasa (18/11/2025).

Meski tak mengetahui pasti penyebabnya, namun sejumlah petani setempat menduga harga cabai merosot, tak hanya dipicu stok cabai di pasar melimpah, namun juga faktor cuaca buruk yang terjadi belakangan ini. 

“Curah hujan tinggi membuat kualitas cabe menjadi rusak, sebagian diantaranya bahkan rontok dan cepat membusuk sebelum sempat dipanen. Kondisi itu juga jadi salah satu pemicunya,” imbuh Anto.

Kondisi ini membuat petani, resah. Tak hanya harga jualnya rendah, hasil panen juga ikut berkurang. Sepetak lahan berisi enam ribu pohon, kini hanya menghasilkan kurang dari satu kwintal cabe saja yang siap jual. Hal ini membuat petani cabe khawatir, sebab tak bisa balik modal, hingga terancam merugi.

“Untuk mengurangi resiko kerugian yang lebih besar. Kami memilih mempercepat pemetikan, meski dengan hasil panen yang tak maksimal,” ujarnya.

Atas kondisi ini, para petani mengaku pasrah. Mereka berencana mengganti budidaya tanaman cabai dengan bertanam padi yang dinilai lebih tahan air. Apalagi, saat ini juga sudah memasuki musim penghujan sehingga tanam padi dinilai lebih cocok dan tidak terlalu beresiko dengan ancaman gagal panen. (edo/rok)